Kecerdasan Buatan, Perlukah Manusia Merasa Terancam?
Kecerdasan buatan merupakan program atau robot yang mampu mempelajari dan meniru kemampuan manusia dalam melakukan suatu aktivitas. Kemampuan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) digadang-gadang mampu melampaui manusia. Di film Ex-Machina, diceritakan bahwa robot pintar sudah bisa menyerupai manusia, baik dalam bentuk maupun cara berinteraksi. Kisah itu memang fiksi belaka, tetapi kemajuan seperti itulah yang diharapkan oleh para ilmuwan: sebuah program yang bisa menyerupai manusia, bahkan lebih pintar.
Di kehidupan nyata, sudah banyak AI yang berhasil diciptakan. Salah satu yang paling fenomenal adalah sebuah program buatan Google bernama AlphaGo. Kecerdasan buatan tersebut berhasil mengalahkan Lee Sedol, seorang pemain Go professional, dalam pertandingan Go yang dilaksanakan pada 2016 silam.
Di kehidupan sehari-hari, kita bisa menjumpai AI pada gadget yang kita gunakan. Selain itu, di dunia kerja sudah banyak pengaplikasian kecerdasan buatan untuk melakukan pekerjaan pabrik. Banyak perusahaan manufaktur yang menggunakan ‘tangan robot’ untuk melakukan berbagai pekerjaan yang tadinya dilakukan oleh buruh.
Lantas, perlukah kita khawatir dengan keberadaan kecerdasan buatan? Akankah pekerjaan manusia akan diambil alih oleh robot pintar?
Kecerdasan buatan memang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan manusia, yaitu kecepatan, ketelitian, ketahanan, dan kapasitas memori. Tangan robot yang berada di pabrik misalnya, digunakan karena dapat melakukan pekerjaan seperti filling dan packing dengan sangat presisi, rapi, dan cepat. Dalam industri tambang, robot pintar digunakan untuk melakukan pekerjaan berbahaya di lapangan. Dibanding manusia, kecerdasan buatan memang lebih efisien.
Program super pintar ini memang terdengar sangat unggul dibandingkan mahluk Homo sapiens, tetapi masih terdapat kekurangan AI yang belum ditemukan solusinya, yaitu akal sehat dan kecerdasan emosional. Akal sehat merupakan salah satu kemampuan manusia untuk mengambil keputusan di saat informasi yang dimiliki terbatas.
Kecerdasan buatan pada dasarnya bekerja atas informasi yang telah disimpan. Jika ada data yang tidak ada di memori, maka AI tersebut tidak bisa menghasilkan output yang diinginkan. Kemampuan manusia untuk bertindak dengan info terbatas inilah merupakan asal dari kreativitas dan juga orisinalitas.
Selain tidak memiliki akal sehat, kecerdasan buatan juga tidak memiliki emosi. AI hanya bertindak berdasarkan rangkaian rumus logika dan algoritma yang dimasukkan manusia. Oleh karena itu, kecerdasan buatan tidak bisa membedakan interaksi manusia yang positif dan negatif. Selain itu, AI juga tidak memiliki rasa simpati dan empati. Misalnya, jika ada pekerja melakukan kesalahan, berdasarkan logika robot pekerja itu harus diberhentikan. Namun, jika manusia yang menilai, bisa saja pekerja itu tidak diberhentikan dan hanya diberikan sanksi karena manusia memiliki rasa iba kepada manusia lainnya.
Di bidang kreatif, memang ada beberapa percobaan yang menggunakan robot untuk membuat lukisan dan tulisan. Namun, dibalik karya tersebut tidak bisa ditemukan makna yang bisa membekas di benak manusia. Hal tersebut terjadi karena AI hanya menggabungkan pattern yang berada dalam memorinya.
Pekerjaan manusia yang repetitif dan tidak memerlukan pembaruan memang sangat rentan untuk diambil alih oleh kecerdasan buatan. Dengan demikian, manusia harus dituntut untuk selalu berpikir kreatif dan membuat inovasi. Sejatinya, manusia adalah yang menciptakan kecerdasan buatan. Jadi, manusia seharusnya jauh lebih pintar dari mesin buatannya.
Di kehidupan nyata, sudah banyak AI yang berhasil diciptakan. Salah satu yang paling fenomenal adalah sebuah program buatan Google bernama AlphaGo. Kecerdasan buatan tersebut berhasil mengalahkan Lee Sedol, seorang pemain Go professional, dalam pertandingan Go yang dilaksanakan pada 2016 silam.
Di kehidupan sehari-hari, kita bisa menjumpai AI pada gadget yang kita gunakan. Selain itu, di dunia kerja sudah banyak pengaplikasian kecerdasan buatan untuk melakukan pekerjaan pabrik. Banyak perusahaan manufaktur yang menggunakan ‘tangan robot’ untuk melakukan berbagai pekerjaan yang tadinya dilakukan oleh buruh.
Lantas, perlukah kita khawatir dengan keberadaan kecerdasan buatan? Akankah pekerjaan manusia akan diambil alih oleh robot pintar?
Kekurangan Kecerdasan Buatan
Kecerdasan buatan memang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan manusia, yaitu kecepatan, ketelitian, ketahanan, dan kapasitas memori. Tangan robot yang berada di pabrik misalnya, digunakan karena dapat melakukan pekerjaan seperti filling dan packing dengan sangat presisi, rapi, dan cepat. Dalam industri tambang, robot pintar digunakan untuk melakukan pekerjaan berbahaya di lapangan. Dibanding manusia, kecerdasan buatan memang lebih efisien.
Keunggulan Manusia
Program super pintar ini memang terdengar sangat unggul dibandingkan mahluk Homo sapiens, tetapi masih terdapat kekurangan AI yang belum ditemukan solusinya, yaitu akal sehat dan kecerdasan emosional. Akal sehat merupakan salah satu kemampuan manusia untuk mengambil keputusan di saat informasi yang dimiliki terbatas.
Kecerdasan buatan pada dasarnya bekerja atas informasi yang telah disimpan. Jika ada data yang tidak ada di memori, maka AI tersebut tidak bisa menghasilkan output yang diinginkan. Kemampuan manusia untuk bertindak dengan info terbatas inilah merupakan asal dari kreativitas dan juga orisinalitas.
Selain tidak memiliki akal sehat, kecerdasan buatan juga tidak memiliki emosi. AI hanya bertindak berdasarkan rangkaian rumus logika dan algoritma yang dimasukkan manusia. Oleh karena itu, kecerdasan buatan tidak bisa membedakan interaksi manusia yang positif dan negatif. Selain itu, AI juga tidak memiliki rasa simpati dan empati. Misalnya, jika ada pekerja melakukan kesalahan, berdasarkan logika robot pekerja itu harus diberhentikan. Namun, jika manusia yang menilai, bisa saja pekerja itu tidak diberhentikan dan hanya diberikan sanksi karena manusia memiliki rasa iba kepada manusia lainnya.
Di bidang kreatif, memang ada beberapa percobaan yang menggunakan robot untuk membuat lukisan dan tulisan. Namun, dibalik karya tersebut tidak bisa ditemukan makna yang bisa membekas di benak manusia. Hal tersebut terjadi karena AI hanya menggabungkan pattern yang berada dalam memorinya.
Pekerjaan manusia yang repetitif dan tidak memerlukan pembaruan memang sangat rentan untuk diambil alih oleh kecerdasan buatan. Dengan demikian, manusia harus dituntut untuk selalu berpikir kreatif dan membuat inovasi. Sejatinya, manusia adalah yang menciptakan kecerdasan buatan. Jadi, manusia seharusnya jauh lebih pintar dari mesin buatannya.
Comments
Post a Comment